Senin, 06 November 2017

17.15 -

Miliki ruang untuk mujizat di dalam pikiran kita

Keluaran 14:21 Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu Tuhan menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu.

Ketika kita mendengar janji Firman Tuhan kita sering berpikir, “Hmm, bagaimana caranya hal tersebut dapat terjadi dalam hidup saya? Apakah lewat hal ini atau hal itu?” Lalu kita pusing memikirkan bagaimana caranya.

Teman, dunia ilmu pengetahuan moderen dapat menjelaskan semua alasan penyebab terjadinya 10 tulah di Mesir. Mereka mengatakan hal itu terjadi karena fenomena alam

Namun, untuk apa Musa memikirkan hal tersebut? Yang Musa tahu pada saat itu adalah Tuhan semesta alam memerintahkan dia membebaskan Bangsa Israel dan menjanjikan kuasa dan mukjizat akan menyertainya. Itu saja. 

Kalau pun terjadi fenomena alam, itu karena Tuhan yang membuatnya demikian untuk menunjukkan kuasa-Nya di hadapan Firaun.

Mari kita perhatikan sebentar ayat di atas. Dikatakan, ketika Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, Tuhan menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut menjadi tanah kering, maka terbelahlah air itu.

Kita dapat menghapus kata “TUHAN” dalam ayat di atas dan mengatakan bahwa laut itu terbelah karena ada angin timur yang keras. 

Sekali lagi, Musa tidak memikirkan angin mana yang akan datang, dia juga tidak memikirkan apakah akan ada lumba-lumba raksasa yang membawa Bangsa Israel menyeberang, yang dia tahu hanyalah Tuhan menyertainya.

Ketika kita menyadari Tuhan bersama kita, semua yang mustahil menjadi mungkin. Kita tidak perlu repot memikirkan bagaimana caranya, bagian kita adalah berpegang kepada Tuhan, dan membiarkan Tuhan membuat kita terpesona kepada-Nya.

Kita perlu memiliki ruang untuk mukjizat di kepala kita. Tidak semua hal perlu kita pikirkan dengan logika. Biarkan mukjizat tetap menjadi mukjizat di dalam hidup kita, bukan menjadi logika yang dapat kita perhitungkan asal usulnya. 

Pada saat kita mulai melogikakan sesuatu, kita akan mulai mengesampingkan peran Tuhan, yang sebenarnya adalah Sang Pembuat Keajaiban tersebut. 

(Sumber: HAGAHTODAY.com; penulis: @mistermuryadi)