Jumat, 06 Oktober 2017

00.49 -

Marah menyebabkan ketiga perilaku ini

Amsal 14:29 Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.

1. Marah membuat orang menjadi bodoh

Saya ingin bercerita kepada Anda mengenai perilaku si sulung dalam kisah anak yang hilang untuk menjelaskan ketiga hal di atas.

Lukas 15:28 mencatat, ketika si sulung marah, dia mengatakan kepada ayahnya bahwa ayahnya tidak pernah memberikan kepadanya seekor anak kambing.

Padahal, di awal cerita (Lukas 15:12), ketika si bungsu meminta warisan kepada bapanya, si sulung yang tidak pernah meminta juga mendapatkan bagian dari sang bapa.

Harta pada zaman itu bukan hanya berupa uang, tetapi juga tanah dan ternak. Jadi jelas, marah membuat si sulung jadi bodoh. Membuat dia lupa terhadap kebaikan bapanya.

2. Marah membuat yang tidak ada diada-adakan

Masih mengenai si sulung. Waktu adiknya, si bungsu, kembali ke rumah, si sulung marah besar kepada sang bapa.

Si sulung marah karena sang bapa menyambut adiknya dengan penuh sukacita tanpa memperhitungkan dosa sang adik.

Dalam Lukas 15:30 si sulung mengatakan bahwa si bungsu menghabiskan harta kekayaan bersama para pelacur.

Wah, bagaimana mungkin si sulung dapat mengetahui hal tersebut, sementara di ayat sebelumnya dia mengatakan bahwa dia selalu ada di rumah bapanya?

Perhatikan, marah membuat orang mengada-adakan hal yang tidak ada. Atau dengan lain, berfantasi terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi.

Jangan biarkan amarah mengontrol hidup Anda. Marah tidak pernah menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah-masalah baru.

3. Marah membuat hal kecil dibesar-besarkan

Melalui cerita si sulung kita dapat menarik kesimpulan bahwa amarah mengubah cara si sulung memandang segala sesuatu.

Ketika sang bapa tidak memperhitungkan kesalahan si bungsu, si sulung marah. Sang bapa memandang dosa yang dilakukan si bungsu sebagai sesuatu yang kecil.

Sebaliknya, si sulung menganggap hal yang kecil bagi bapanya itu sebagai hal yang besar.

Padahal, tokoh yang paling berhak marah dalam kisah di atas adalah sang bapa.

Teman, marah tidak pernah mengerjakan hal yang baik dalam hidup kita.

Mazmur 37:8 menasehati agar kita berhenti marah dan meninggalkan panas hati, karena itu hanya membawa kita kepada kejahatan

(Sumber: https://hagahtoday.com, penulis: @mistermuryadi).