23.53 -
*Kesehatan*
Rahmat Allah tentang penyembuhan
Ketika berusia dua puluh tiga tahun, saya (Sr. Briege Mckenna, OSC) menderita arthritis yang sangat berat. Dokter mengatakan bahwa penyakit saya tidak bisa disembuhkan.
Pada suatu ketika saya menghadiri Misa di PDKK, di sana saya memohon agar hidup saya dipenuhi dengan Roh Kudus. Ternyata Yesus berkenan menemui saya secara pribadi dan Dia menyembuhkan saya secara ajaib dalam Misa.
Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! (Yes 55:6).
Kira-kira lima belas tahun yang lalu, wajah saya bergetar terus-menerus dan mata saya mulai tertutup. Meskipun saya berdoa bertahun-tahun dan berobat keberbagai macam dokter tetapi tidak terjadi perubahan pada penyakit saya.
Ada dokter yang mengatakan bahwa saya minum kopi terlalu banyak, ada juga yang mengatakan penyakit keturunan.
Pada suatu ketika saya melakukan adorasi sendirian, saya berkata kepada Yesus: “Tuhan Yesus, aku muak dengan mataku ini. Aku ingin Engkau melakukan sesuatu, sembuhkanlah aku secara ajaib. Jika itu bukan kehendak-Mu, utuslah seorang dokter yang bisa menyembuhkanku. Kalau itu juga bukan kehendak-Mu, berikanlah aku rahmat agar dapat mempersembahkan penyakitku kepada-Mu.”
Tiba-tiba saya mendengar sebuah suara dari Monstran: “Pergilah menemui seorang ahli syaraf.”
Keesokan harinya saya menemui seorang dokter ahli syaraf.
Setelah dokter itu merontgen dan melihat hasilnya, dia bertanya kepada saya: “Bagaimana anda tahu bahwa anda harus datang ke sini? Siapa yang merekomendasi anda?”
Jawab saya: “Tuhan Yesus.”
Dokter itu memberi penjelasan pada saya: “Ada masalah dengan salah satu syaraf pembuluh darah di otak. Hal inilah yang menyebabkan wajah anda bergetar, jika hal ini dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, akan mempengaruhi seluruh tubuh. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan dua macam cara, yang pertama dengan botox, kedua dengan operasi otak.”
Kata saya: “Saya tidak mungkin mengambil cara pengobatan yang pertama, mother jendral saya akan menegur saya jika saya melakukan hal itu.”
Akhirnya saya ke sebuah rumah sakit kecil untuk menjalani operasi otak. Setelah selesai operasi, saya di pindahkan ke kamar. Di dalam kamar yang saya tempati, di langit-langitnya ada kata-kata “Mujizat pasti bisa terjadi, percayalah saja”.
Setelah berdoa dan berobat ke berbagai dokter selama sepuluh tahun, saya baru mengalami kesembuhan penyakit ini.
Di bulan September 2013 seharusnya Fr Kevin Scallon CM dan saya berada di Indonesia, tetapi kami tidak dapat datang karena saya menderita suatu penyakit yang parah.
Dari hasil penelitian dokter, tidak ditemukan suatu penyakit apapun yang saya derita, tetapi tubuh saya sangat lemah sekali.
Sambil menangis dan menahan sakit saya berseru kepada Tuhan: “Tuhan Yesus, berilah aku kekuatan untuk bertekun dalam menahan rasa sakit ini. Aku ingin persembahkan penyakit ini kepada-Mu.”
Meskipun sangat sulit untuk berdoa seperti ini tetapi saya berjuang untuk melakukannya pada saat penyakit itu menyerang secara luar biasa.
Ada seorang sahabat saya yang berprofesi sebagai dokter, dia taat beragama. Pada suatu saat dia mempersembahkan penyakit saya pada suatu Misa, dia melihat wajah sahabatnya, dr Clara.
Sahabat saya lalu memanggil dr Clara, ternyata dokter itu adalah dokter yang sama yang Tuhan Yesus meminta saya menemui pada saat wajah saya bergetar terus-menerus. Setelah diperiksa, dokter itu berkata: “Ada virus yang menyerang syaraf anda, obat-obatan ini dapat meringankan penyakit anda. Anda harus meminum obat ini selama dua tahun.”
Adakalanya kesehatan terletak di tangan tabib. Mereka juga berdoa kepada Tuhan, semoga Ia menganugerahkan keringanan penyakit serta penyembuhan akan keselamatan hidup (Sir 38:13-14)
Di Australia, ada seorang pastor yang ingin bertemu dengan Fr Kevin dan saya. Beliau mengatakan bahwa ada seorang umat (A) di parokinya yang mau berbicara dengan kami.
Lalu kami mengunjunginya, ternyata A mengalami luka di pergelangan tangan dan di lambung (stigmata).
Suami A menceritakan hidup perkawinannya: “Saya harus memanggul salib besar karena istri saya tidak menjalankan iman katoliknya dengan baik. Saya setiap hari menghadiri Misa untuk pertobatan A.
Sesudah keempat anak kami beranjak dewasa, istri saya kembali ke gereja dan mengaku dosa. Pada suatu ketika terjadi sebuah peristiwa, yaitu: pada saat istri saya menerima komuni, tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa … ternyata pergelangan tangan dan lambungnya berdarah.”
Sambil menangis A bercerita: “Setiap hari saya mengalami sakit yang luar biasa. Yesus telah meminta saya untuk menyatukan penderitaan saya dengan penderitaan-Nya. Penderitaan inilah yang mengubah hidup saya. Saya mulai menyadari bahwa bukan karena luka-luka ini, saya bisa menjadi orang kudus tetapi bagaimana saya menerima dalam hati penderitaan ini dengan suka, senang dan rela.”
Aku bersukacita bahwa aku boleh menderita … menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat (Kol 1:24)
Irlandia, ada seorang pastor yang menelpon saya, katanya: “Bersediakah anda datang ke rumah sakit untuk mendoakan seorang umat saya (B) yang saat ini sedang coma?”
Lalu kami datang ke rumah sakit tersebut dan saya mendoakan supaya B mengalami kematian yang indah sesuai dengan pesan pastor tersebut.
Tiga minggu kemudian, pastor itu menelpon saya dan memberitahukan kepada saya bahwa B sudah keluar dari ICU. Dua bulan kemudian, saya membaca koran lokal, di sana saya melihat foto B dan beritanya. Pada saat membaca Koran itu, di batin saya ada kata-kata: “Aku tidak mengirimmu untuk meminta kematian yang indah.”
Baik kita hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan (Rm 14:8)
Di Amerika, suatu hari saya dibawa oleh para suster untuk mengunjungi suster-suster yang sudah berusia dan sudah lama tinggal di tempat tidur.
Ruangan pertama yang saya kunjungi adalah seorang suster (C) yang berusia lima puluhan, dia sama sekali lumpuh karena suatu penyakit.
Saya mendekati tempat tidurnya sambil berkata: “Suster, saya akan mendoakan anda.”
Jawab C: “Saya tidak mau disembuhkan.”
Kata saya: “Suster, saya akan tetap doakan anda.”
Jawab C: “Saya sudah tahu anda tetap mau berdoa bagi saya, tetapi saya tidak mau disembuhkan karena saya harus menderita untuk komunitas. Itu yang dikatakan seorang imam pada saya, pada waktu saya masih muda. Jadi, saya adalah korban yang dibuat oleh komunitas.”
Sejak mendengar kata imam itu, suster C sangat marah sehingga ia tidak mau seorangpun yang datang untuk mengunjunginya.
Ketika saya keluar dari ruangan, saya teringat Yesus berkata: “Suster C tidak perlu berkorban karena Aku sendiri sudah menjadi korban di salib.”
Hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. Perbuatan fasik: mengeluh, menggerutu tentang nasibnya … (2 Tim 2:16; Yud 15-16)
Ruangan kedua yang saya kunjungi adalah seorang suster (D) yang berusia sembilan puluh tahun, dia sudah lima puluh satu tahun terbaring karena lumpuh.
Saya berkata: “Suster, saya akan mendoakan anda.”
Jawab D: “Ok suster. Silahkan berdoa. Saya tidak bisa melakukan apa-apa, selain menyerahkan tubuhku yang lumpuh ini kepada Yesus.”
Suster ini terus-menerus mendapat kunjungan dari murid-murid yang berada disekitar tempat tinggal suster-suster tersebut, mereka dengan setia membacakan cerita untuknya.
Mengapa para murid suka, senang dan rela untuk meluangkan waktu untuk suster D? Karena Suster D penuh sukacita dan beliau selalu penuh perhatian dengan apa yang mereka katakan.
Hati yang gembira adalah obat yang manjur, membuat muka berseri-seri. tetapi kepedihan hati mematahkan semangat, semangat yang patah mengeringkan tulang (Ams 17:22; 15:13)
Pastor John Murphi bekerja di Rumah Sakit Santo Yosef, setiap pagi dia selalu memberi salam dengan sukacita terhadap semua orang, termasuk kepada para perawatnya.
Tetapi ada seorang perawat (E) marah ketika imam itu menyapanya. Hari berikutnya E meninggalkan pekerjaannya.
Sesudah bekerja selama empat tahun, Pastor John juga dipindah tugaskan di sebuah paroki. Pada suatu malam Pastor John menerima telpon dari rumah sakit, perawatnya mengatakan: “Pastor, ada seorang perempuan yang sudah mendekati ajal ingin bertemu dengan anda. Dapatkah anda datang untuk melayani dia?”
Sesampainya di rumah sakit, Pastor John menjumpai perempuan itu. Perempuan itu bercerita kepada Pastor John: “Saya adalah salah satu perawat di Rumah Sakit Santo Yosef yang selalu Pastor beri salam, tetapi saya selalu marah kepada Pastor.
Karena pada saat Pastor memberi salam, saya melihat Yesus dalam diri Pastor. Saya tidak berani menemui Pastor karena saya mempunyai dosa yang tersembunyi.
Di Negara bagian lain, saya bertugas dibagian bayi-bayi yang baru lahir. Saya menculik salah satu bayi itu (X) dan memeliharanya sebagai anak saya sendiri. Sejak saat itu saya meninggalkan gereja.
X tidak mengetahui hal ini. Sebelum saya meninggal, saya ingin X mengetahui hal ini. Saya mohon Pastor mau berbicara dengan X, nanti malam dia, suaminya dan kedua anaknya datang menjenguk saya.” Sesudah menceritakan kisah hidupnya, … E mengaku dosa kepada Pastor John.
Kita berasal dari kebenaran. Kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah. Sebab itu jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu (1 Yoh 3:19-20)
Ketika pintu terbuka, Pastor John melihat X dan mengatakan: “Ibumu ingin saya mengatakan sesuatu.”
X menjawab: “Tidak perlu pastor, saya sudah tahu ceritanya. Sepuluh tahun yang lalu saya begitu ingin tahu keberadaan diri saya ketika membaca surat kabar tentang seorang bayi yang hilang. Saya ingin menjumpai pasangan yang kehilangan bayi itu.
Tetapi di hati saya timbul rasa belas kasihan karena sejak kecil saya dipeliharanya dengan begitu baik. Jadi, saya tidak mau mama menderita lebih lagi. Kami sekeluarga setiap tahun selalu berlibur ke tempat mama.”
Marilah kita belajar dari Petrus (Mat 16:21-24)
[21-22] Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.
Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu, sekali-kali takkan menimpa Engkau.”
» Petrus tidak mengerti rencana Allah bagi Yesus.
[23] Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
» Tanpa sadar dia sudah dikuasai oleh semangat dunia (Bdk. 1 Yoh 5:19) sehingga dia tidak mengerti apa yang dipikirkan Allah.
[24] Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkali dirinya, memikul salib dan mengikuti Aku.”
» Syarat-syarat mengikuti Yesus. Salib datang dengan berbagai cara. Pada masa kanak-kanak Yesus mengalami kemiskinan, keluarga-Nya harus menyingkir ke Mesir karena Dia hendak dibunuh oleh Herodes.
Setelah Herodes mati, keluarga-Nya kembali dari Mesir ke kota Nazaret (Mat 2:13-23). Di tempat asalnya, Yesus ditolak (Mat 13:57). Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi marah, mereka berunding untuk membunuh-Nya (Luk 6:6-11).
Petrus menyangkal Yesus (Mat 26:69-75). Yudas mengkhianati Yesus (Mrk 14:10-11; 14-52). Yesus ditangkap (Mat 26:47-56). Imam-imam kepala, seluruh Mahkamah Agung mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat dihukum mati (Mat 26:57-68).
Yesus diserahkan kepada Pilatus. Oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak bertekad untuk meminta supaya Yesus dihukum mati (Mat 27:1-26).
Serdadu-serdadu wali negeri menanggalkan pakaian-Nya, menaruh sebuah mahkota duri di atas kepala-Nya, mengolok-olok Dia, meludahi-Nya, memukulkan buluh ke kepala-Nya, memberi minum bercampur empedu (Mat 27:27-31).
Dia disalibkan … orang yang lewat menghujat Dia; imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olok; penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus mencela-Nya juga (Mat 27:32-44).
Oleh sengsara dan wafat-Nya di kayu salib, Kristus memberi arti baru kepada penderitaan: Ia dapat membuat kita menyerupai-Nya dan dapat menyatukan kita dengan sengsara-Nya yang menyelamatkan (KGK 1505).
Sejak Roh Kudus menaungi orang percaya, mereka mulai mengerti makna penderitaan dan mulai berani bersaksi tentang Injil Kristus (Kis 1:8; 2:1-40).
Jadi, apapun penderitaan yang kita alami, persembahkanlah kepada Yesus, maka kita akan mendapatkan kekuatan supernatural untuk menanggungnya.
Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka (Mat 10:28).
Berdoalah dalam Roh Kudus, karena Dia akan mengajarkan segala sesuatu dan akan mengingatkan akan semua yang telah diajarkan Tuhan Yesus serta menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman, dan akan memberitahukan kepada kita hal-hal yang akan datang (Yud 20; Yoh 14:26; 16:8-13).
Jika ada orang yang mewartakan Injil tanpa mewartakan penderitaan, maka pewartaan itu bukanlah Injil Kristus (Gal 1:6-10).
Memberitakan Kristus yang disalib: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah (1 Kor 1:23-24).
(Sumber: Warta KPI TL No.115/XI/2013 » Rahmat Allah Tentang Penyembuhan, Sr. Briege Mckenna, OSC)