22.36 -
*Padang gurun*
Sekolah kehidupan
Hidup di dalam dunia ini seperti sebuah sekolah, ada
guru, ada murid, ada ujian, ada remidi, ada peraturan, ada hukuman dan
lain-lainnya.
Dalam sekolah kehidupan juga sama. Tiap-tiap orang
dalam kehidupan ini adalah murid sekaligus guru. Jadi kita berfungsi 2 hal,
sebagai murid dan juga sebagai guru. Saya adalah "murid" bagi
sebuah peristiwa yang saya alami, dan saya adalah "guru" bagi peristiwa orang lain alami.
Pada saat mengalami hal yang tidak menyenangkan, kita
adalah murid, gurunya adalah orang yang melakukan itu. Jadi dalam kehidupan ini selalu ada proses
saling belajar-mengajar (Ams 27:17).
Misalnya: ada dua orang sahabat (A dan B) membangun
suatu bisnis. Dalam bisnis itu A menipu B, tentunya B akan sangat kecewa dengan
A, karena A yang sangat dipercayainya menipunya.
B adalah "murid", yang sedang menjalani
kurikulum yang namanya "sabar", gurunya adalah A.
B adalah
"guru" untuk kurikulum "komitman" bagi A, karena
A tidak bisa pegang komitmen.
B menuntut A ke pengadilan, karena hendak mengajari A,
sahabatnya pentingnya "komitmen". Tetapi jika B meng-iklaskan »
"Ya sudahlah, saya ditipu tidak apa-apa", proses pembelajaran itu tidak tuntas, karena A tidak
mendapat pelajaran.
Kalau B sudah tuntas menjalankan "kurikulum
sabar" dan dan A belum tuntas menjalankan peran "kurikulum
komitmen". Maka suatu saat A akan
mengalami "remidi", mengalami hal yang sama ditempat
yang lain.
Hal ini disebut "Hukum tabur tuai" dalam hukum Kristiani. Tujuan dari peraturan kehidupan ini bukan
untuk menghukum tetapi bertujuan "menyadarkan"
orang dari kesalahannya.
Jika kita mau menjadi manusia yang rendah hati, maka
kita akan menyadari bahwa setiap orang yang kita jumpai dalam kehidupan kita
adalah "guru" yang baik bagi jiwa kita.
Pelajarilah peristiwa itu ... Kalau kita bisa
melakukan hal ini, maka kita bisa melihat diri kita yang sebenarnya ...
(ternyata aku ini sombong, aku egois, aku mau menang sendiri dll.).
Dalam sekolah kehidupan ada tingkatan yang
berbeda-beda pada setiap anak-anak Tuhan, ada anak kecil secara rohani, tidak memahami ajaran tentang kebenaran, ada juga orang-orang dewasa rohani yang mempunyai pancaindra yang terlatih untuk
membedakan yang baik dari pada yang jahat (Ibr 5:12-15).
Oleh
pembaptisan kita dilahirkan kembali sebagai putra-putri Allah (KGK 1213). Bapa di sorga adalah sempurna, karena itu
Dia menginginkan kita juga sempurna (Mat 5:48).
Ingatlah! Hutang kita sudah dibayar lunas oleh-Nya (1
Kor 6:20), maka dalam kehidupan kita harus menyukakan hati Bapa di sorga dari
pada menyukakan diri kita sendiri.
Orang percaya yang hidupnya menyukakan dirinya
sendiri, walaupun pergi ke gereja, secara tidak langsung dia dinyatakan
"melepaskan dirinya" dari ikatan dengan Allah.
Karena orang-orang seperti ini hidupnya hanya berpikir
apapun yang dikerjakannya semuanya harus mendatangkan kesenangan bagi dirinya
sendiri tanpa peduli perasaan orang lain.
Ingatlah! Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:26),
hanya iman yang bekerja oleh kasih (Gal 5:6).
Jadi, pisahkan dirimu dari orang-orang tak percaya dan
janganlah menjamah apa yang najis (2 Kor 6:17-18; Mat 15:18-19 » segala pikiran jahat, pembunuhan,
perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu
dan hujat).
Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi (=
penyembahan berhala) yaitu
percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan.
Agar kita layak dan pantas disebut anak Allah maka
kita harus memikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Jadi, jika kita
menawan segala pikiran dan
menaklukkannya kepada Kristus, kita lebih dari pada orang-orang yang menang (Kol
3:2-5; 2 Kor 10:5; Rm 8:37).
Dalam sekolah kehidupan kepala sekolahnya adalah Tuhan
Yesus, gurunya adalah Roh Kudus, dan kita adalah murid-murid dari sekolah
kehidupan
Untuk
lulus dari sekolah kehidupan,
kita sudah diberikan kunci jawabannya, yaitu harus hidup sama seperti Kristus hidup (Yoh 4:34; Mrk 14:36 »
melakukan kehendak Dia yang
mengutus Aku dan menyelesaikan
pekerjaan-Nya).
Perjalanan hidup di dunia merupakan pergumulan untuk
memperoleh pengesahan sebagai anak oleh Bapa di sorga. Saat tertindas itu sangat
baik untuk mendidik jiwa kita supaya kita belajar ketetapan-ketetapan-Nya
(Mzm 119:69-71).
Beban kehidupan atau penderitaan tidak dirancang oleh
Tuhan untuk menghancurkan hidup kita tetapi untuk membawa kita kepada-Nya.
Jadi, kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam
kekudusan-Nya (Ibr 12:9-10).
Menjalankan sekolah kehidupan, ibarat kita sedang
menabur benih kehidupan dan kita akan menuainya di dalam kekekalan. Oleh karena
itu kita harus memperhatikannya dengan serius apa yang firman Tuhan katakan
(Gal 6:7-8 - Menabur dalam roh,
hidup menurut kehendak Allah).
Oleh karena itu Tuhan meminta setiap anak-anak-Nya
berlomba dengan tekun dalam perlombaan
yang diwajibkan bagi mereka (Ibr 12:1 » dalam
kebajikan – lih. Warta No. 135/VII/2016, 7 Pilar dasar kehidupan
Kristiani). Pribadi anak Tuhan yang pikirannya selalu tertuju pada pekara
sorgawi, dia akan memiliki kebajikan.
Maka Tuhan
menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jadi,
janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau
diperingatkan-Nya. Jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap
orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang (ilegal) (Ibr 12:5-8).
Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam
pertandingan, harus menguasai dirinya
dalam segala hal, melatih tubuh (1 Kor 9:24-27).
Jadi, semua yang kita alami dalam kehidupan ini dapat diandaikan seperti besi menajamkan besi (Ams 27:17), apakah itu menyenangkan atau tidak menyenangkan dipakai Tuhan sebagai sarana pembelajaran dalam sekolah kehidupan.
Jadi, semua yang kita alami dalam kehidupan ini dapat diandaikan seperti besi menajamkan besi (Ams 27:17), apakah itu menyenangkan atau tidak menyenangkan dipakai Tuhan sebagai sarana pembelajaran dalam sekolah kehidupan.
Tujuan
pendidikan Tuhan dalam hidup kita
adalah agar kita memiliki
yang namanya "kecerdasan roh"
(kemampuan berpikir seperti Allah berpikir - membagikan kasih agape).
Barangsiapa
menang, ia akan memperoleh
semuanya ini (Why 2:7, 11, 17, 26-28; Why 3:5, 12, 21 ) dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku (Why
21:7). Jadi, tujuan akhir dari sekolah kehidupan adalah agar kita layak dan
pantas menjadi anak Bapa di sorga.
(Sumber: Warta KPI TL No.140/XII/2016 » Renungan KPI
TL Tgl 10 dan 17 November 2016, Dra Yovita Baskoro, MM).