Sabtu, 13 Agustus 2016

Santa Maria Magdalena de Pazzi



Pagi itu mentari bersinar cerah menghangatkan rumputan hijau yang terhampat di taman sebuah villa di Italia. Akan tetapi, rupanya kehangatan itu masih kalah dengan kehangatan mentari sejati yang menghangatkan taman hati seorang anak kecil berusia dua belas tahun.



Dipenuhi dengan kasih Allah yang berlimpah-limpah dalam hatinya, anak perempuan kecil itu akhirnya mengalami suatu ekstase, hal yang jarang dialami oleh seorang anak seumurnya.

Namanya adalah Caterina de Pazzi, lahir pada tahun 1566 dan meninggal pada tahun 1607. Di dalam taman jiwa-jiwa yang mencintai Allah, ia tumbuh bak sekuntum bunga yang mekar demi kemuliaan Allah, dengan mengabdikan hidupnya dalam Biara Karmel di kota kelahirannya, nama biaranya adalah Maria Magdalena de Pazzi, dan demikianlah ia dikenal kemudian hari sebagai sekuntum bunga manis, dari Firenze, Italia

Sejak usia sepuluh tahun ia sudah mempersembahkan hidupnya kepada Allah. Kemudian dalam usia yang sangat muda, yaitu 16 tahun, ia masuk ke Biara Karmel. Hidupnya ditandai dengan kesucian yang besar, penyangkalan diri, dah hidup doa yang mendalam. Ia mengalami  ekstase beberapa kali dalam hidupnya, mendapatkan visiun perjalanan sengsara Yesus, juga menerima stigmata dalam jiwanya.

Pada tanggal 3 Mei 1592, Magdalena merasakan cintakasih Allah yang besar berlimpah-limpah memenuhi hatinya. Hal ini membuatnya berlari-lari dan membunyikan lonceng di biaranya seraya berseru nyaring kepada jiwa-jiwa, "Cintailah Sang Cinta!"

Cintakasih yang luar biasa kepada Allah itu demikian berkobar-kobar dalam hatinya sehingga membuatnya memohon agar dapat menderita sebanyak-banyaknya bagi Allah yang dikasihinya.

Hal itu dikabulkan Tuhan beberapa tahun kemudian. Selama tiga tahun tanpa henti ia mengalami penderitaan lahir dan batin yang belum pernah dideritanya seumur hidupnya. Penderitaan ini mencapai puncaknya pada tanggal 25 Mei 1607. Setelah berjuang dalam penderitaan sakit pada tubuhnya selama sekitar enam jam, Magdalena pun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Magdalena senantiasa mengarahkan pandangannya ke sorga. Hal ini menghantar jiwanya ke dalam lembah ilahi yang penuh dengan pengalaman akan Allah Tritunggal Mahakudus. Pengalaman Ilahi yang dialami Magdalena ini begitu konkret mewarnai hari-harinya.

Kehidupan Trinitas yang dialaminya itu tidak tertutup bagi dirinya saja, namun terpancar keluar kepada sesamanya. Hal ini sebagaimana cintakasih Allah Tritunggal Mahakudus sendiri yang senantiasa mengalir dari kepenuhan-Nya, sehingga terciptalah manusia dan alam semesta. Dengan cinta inilah Magdalena memainkan nada-nada kehidupannya.

Magdalena menggambarkan bahwa Allah Bapa menghembuskan nafasnya di setiap makhluk ciptaan seraya merindukan keselamatan mereka. Allah Putera menarik nafas di dalam mereka agar mereka semua berkenan di hati Allah Bapa, dan Allah Roh Kudus pun bernafas di dalam setiap ciptaan itu untuk menuntun mereka di jalan sempit kebajikan demi tercapainya kesempurnaan.

Pada hakekatnya Allah adalah kasih. Setiap ciptaan merupakan luapan dari kasih Allah yang berlimpah ruah ini. Akan tetapi, karena dosa dan kehendak bebasnya, manusia kehilangan sebagian kemampuannya untuk menerima segala rahmat dan karunia Allah secara utuh.

Untuk itulah Sang Sabda berinkarnasi menjadi manusia untuk menjadi sumber atas segala rahmat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Magdalena menegaskan bahwa sesungguhnya sekali pun manusia tidak berdosa, Yesus tetap datang ke dunia ini. Motivasi utama kedatangan Yesus ke dunia ini adalah kasih-Nya yang besar kepada umat-Nya.

Cintakasih-Nya yang besar kepada kita itulah yang telah membuat-Nya menyeberangi jurang dalam yang ada antara manusia dan Allah, bagaikan pemuda yang jatuh cinta (lupa daratan) meninggalkan segala kemuliaan-Nya.

Sang Sabda yang adalah Allah menebus dosa manusia dengan segala kemanusiaan-Nya lewat sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Oleh karena itu, tak ada manusia pun yang dapat selamat jika tidak melalui-Nya. Dialah jalan yang menghantar jiwa-jiwa kepada keabadian, kepada keselamatan kekal.

Magdalena selalu menghidupkan kembali peristiwa inkarnasi dari Sang Sabda dan perjalanan sengsara-Nya dalam ziarah kehidupannya. Kehidupan Yesus Kristus dan kisah sengsara-Nya selama di muka bumi, tidak lagi tinggal menjadi cerita sejarah, namun dihayati dengan kesungguhan oleh Magdalena sehingga seolah-olah hidup kembali dalam dirinya.

Sampai selamanya ciptaan tidak dapat berubah menjadi Sang Pencipta. Oleh sebab itu, Sang Penciptalah yang menjelma menjadi seperti ciptaan dalam peristiwa inkarnasi Sang Sabda. Kemanusiaan Sang Sabda ini menjadi tangga yang menghubungkan dunia dengan sorga, perahu yang menghantar jiwa-jiwa ke pelabuhan abadi.

Spiritualitas Magdalena ini terpusat kepada Kristus, yang dengan darah-Nya yang tercurah telah menciptakan manusia-manusia baru yang diperanakkan bukan oleh daging melainkan oleh Roh. Magdalena memeditasikan curahan Darah Kristus yang mengalir dari luka-luka-Nya membasuh dosa-dosa manusia dan menjadikan manusia itu baru.

Jiwa yang membiarkan dirinya dialiri oleh Darah Kristus akan diubah semakin hari semakin serupa dengan Kristus hingga tercapailah persatuan dengan Allah karena Darah Kristus yang tertumpah.

Yesus datang ke dunia karena cinta. Oleh karena itu, tak ada yang lebih ditekankan oleh Magdalena selain cintakasih. Manusia diciptakan oleh Kasih, ditebus oleh kasih dan hanya dengan Kasih pulalah manusia dapat sampai ke rumah Bapa.

Cintakasih yang sejati kepada Tuhan akan terpancar kepada sesama, dan terungkap lewat kecintaannya terhadap Ekaristi, sebab Ekaristi adalah Sakramen Cintakasih yang menghadirkan kasih Allah secara nyata di dunia ini di masa selarang.

Persatuan dengan Allah adalah sumber kebahagiaan manusia. Dan ini juga merupakan kerinduan Tuhan sendiri, yang seolah tak tahan melihat siapa pun yang tak serupa dengan diri-Nya.

Oleh karena itu, perjalanan menuju persatuan ini mengandung permurnian, asimilasi (proses untuk semakin hari semakin serupa dengan Kristus), dan di atas segalanya adalah kasih dan kerendahan hati. Semua ini akan membimbing jiwa mampu untuk tidak menginginkan apa pun, tidak melakukan apa pun, tidak mendengarkan apa pun namun mengerti banyak.

Campur tangan Allah dalam jiwa yang menuntut kasih dan kerendahan hati ini seringkali memang menyakitkan. Hal ini terjadi karena Roh Kudus yang berkarya dalam jiwa hendak memurnikan jiwa yang kusam dan menerangi jiwa yang suram.

Jika jiwa ingin menjadi serupa dengan Kristus untuk mencapai persatuan cintakasih dengan-Nya, jiwa harus menerima karya Roh Kudus yang seringkali menyakitkan itu dengan rendah hati dan pasrah.

"Tetap bekerja" bagi Magdalena berarti menanggalkan diri sendiri sepenuhnya mati bagi Allah serta membiarkan Allah sepenuhnya yang hidup dan bekerja di dalam dia.

Jiwa yang sudah mencapai persatuan transforman dengan Allah akan mengalami kedamaian di kedalaman jiwanya, sekalipun mungkin masih ada perjuangan-perjuangan di permukaannya.

Allah hidup secara nyata dalam jiwa dan tak dapat dipisahkan lagi antara jiwa dengan Allah. Bagi Magdalena, kehidupan rohani bagaikan sebuah lingkaran kasih, yang dimulai dari Allah dan berakhir pada Allah.

Lebih jauh, jiwa harus senantiasa berpasrah kepada Yesus dan berjalan dalam kasih agar dapat mencapai keintiman dengan Allah dan mendapatkan kepenuhan ilahi-Nya. Mereka yang setia melakukan kebajikan ini akan berkembang dalam cintakasih kepada Allah dan sesama. Hidup mereka menjadi perpanjangan misteri inkarnasi Kristus dan karya penebusan-Nya di dunia ini.

Semua ini dilakukan dengan kerelaan melepaskan kemuliaan diri sendiri. Merelakan kehendak pribadi, cita-cita pribadi, hasrat-hasrat pribadi, semuanya diletakkan di dalam kehendak Allah.

Dalamn perjalanan menuju persatuan cintakasih dengan Allah, memang akan selalu ada perjuangan antara roh dan daging, antara cinta kepada diri sendiri dan kepada Tuhan. Akan tetapi, perjuangan antara cinta diri dan cinta kepada Allah ini akan melahirkan kerendahan hati yang dapat mengatasi setiap kesombongan.

Sesungguhnya, kesombongan merupakan hambatan utama yang merintangi persatuan antara jiwa dengan Allah; bahkan juga relasi dengan sesama akan rusak karenanya. Selain kasih, tidak ada kebajikan yang lebih ditekankan oleh Magdalena selain kerendahan hati. Kerendahan hati adalah ibu dari kasih, dan gerbang dari segala rahmat.

Lebih jauh, sang mistika karmelites ini mengatakan bahwa proses permurnian terdapat di dalam penghampaan diri yang melepaskan secara total segala afeksi pribadinya. Hanya kehendak Allah saja kini yang menguasai hatinya dan segala kobaran hatinya terarah kepada Allah semata. keadaan ini akhirnya membuat rindu agar semua orang mengenal Allah dan menikmati kasih-Nya.

Dari hari ke hari Magdalena berusaha untuk tidak berada di bawah pengaruh emosi dan afeksi pribadinya yang dapat memancingnya kepada kemarahan dan kesedihan. bahkan ia juga menghindar untuk tidak menikmati segala sesuatu yang diterima oleh indra-indra jasmani maupun rohaninya, agar tidak jatuh dalam kelekatan-kekekatan.

Sang Santa juga mempunyai devosi yang kuat kepada Bunda Maria. "Maria yang dikandung tanpa noda dosa adalah manusia terkudus yang pernah ada dan akan tetap yang terkudus hingga akhir zaman," demikian katanya. Magdalena menghayati Bunda Maria sebagai ibunya dan mengantara segala rahmat.
Ke dalam mantol perlindungan Bunda Maria Karmel, Magdalena melemparkan dirinya untuk digendong dan dihantar menuju rumah Bapa, sorga nan abadi. Di sanalah ia dapat memandang Allah - kekasih jiwanya - dari muka ke muka tanpa tirai apa pun yang menghalanginya.

(Sumber:: Warta KPI TL No.136/VIII/2016 » Santa Maria Magdalena de Pazzi, Vacare Deo Edisi Mei-Juni/Tahun VI/2004).