Sabtu, 02 Juli 2016

05.42 -

Kesombongan (St. Bernadus dari Clairvaux)



Ajaran rohani ini diberikan St. Bernadus dari Clairvaux, seorang abas biara sistersian yang termasyur, memiliki hati yang  lemah lembut dan penuh kasih.

Atas permintaan seorang rahibnya, St. Bernadus menguraikan kebajikan kerendahan hati dan dosa kesombongan.

Tahap-tahap kesombongan :

I.Penghargaan yang kurang terhadap saudara-saudara/memandang remeh saudara-saudara yang lain

1. Rasa ingin tahu

Orang seperti ini tidak lagi memeriksa batin-nya, tetapi sebaliknya mulai memeriksa orang lain. Seringkali membiarkan panca indranya untuk melihat dan mendengar apa saja; lalu timbul suatu pembelaan diri: “Mengapa tidak boleh melihat, bukankah Tuhan telah memberikan mata untuk melihat:”

Pandangan itu bukanlah dosa, tetapi dosa mengintip dibelakangnya. Maka jika ada godaan-godaan kita harus hentikan segera dan tidak berdialog dengan godaan tersebut.

Kita tahu kelihaian setan yang tahu kelemahan manusia dimana ia tidak menggoda secara langsung tetapi perlahan-lahan, sedikit demi sedikit hingga jatuh ke dalam dosa.

Contoh : Hawa mulai memandang buah pengetahuan itu, setan mulai menggoda dengan licik dan berkata: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” (Kej 3:1). Maka setan telah memberikan buah terlarang kepada Hawa dan mengambil  kehidupan dalam diri Hawa (firdaus).

2. Pikiran dan sikap yang sembrono

Tidak memperhatikan dirinya sendiri, melainkan ingin tahu tentang orang lain (pikirannya tidak terarah kepada Allah yang hadir dalam dirinya, perhatiannya tercerai-berai keluar).

Mudah iri hati/dengki/meremehkan orang lain yang dianggap rendah darinya/sering menghakimi/kadang-kadang menunjukkan kesedihan atas kesalahan-kesalahannya, tetapi pada saat lain berbangga-bangga seperti anak kecil akan kehebatannya/bersedih hati, kalau melihat orang lain lebih baik daripada dia (ini menunjukkan pribadinya yang tidak seimbang).

3. Suka bersenang-senang

Perhatiannya hanya terarah bagaimana supaya ia bisa tampak lebih baik daripada orang lain (melihat kebaikan pada orang lain, ia tidak senang; tidak segan-segan menghancurkan orang lain yang mulai bertumbuh).

Seperti pelawak yang hanya memperhatikan penampilannya saja, tidak pernah mengingat-ingat sesuatu yang merendahkan dia dan karena itu tidak pernah memikirkan kegagalan/apapun (hanya mengarahkan pandangannya kepada jasa-jasanya sendiri dan senang membicarakan dirinya sendiri).   Inilah gambaran orang yang mengisi pikirannya dengan sesuatu yang kosong dan murahan.

4. Suka membual

Jika orang ini mempunyai kesempatan untuk berbicara, ia akan mengungkapkan ide-ide dan gagasan-gagasannya supaya pada akhirnya orang tahu ia hebat, ia melakukan untuk mendapatkan pujian (kalau tidak ia akan stress--menyalurkan sesuatu dalam dirinya/menyalurkan betapa hebatnya dia itu).

Orang seperti ini suka melontarkan pertanyaan-pertanyaan dan dijawab sendiri, tidak peduli dan tidak berminat untuk menambah pengetahuan orang lain, kalau orang lain berbicara suka dipotongnya untuk mendengarkan dia dan ia senang memberikan nasehat-nasehat.

5. Suka berbuat aneh-aneh

Orang ini membanggakan diri, seolah-olah ia lebih baik dari orang lain dan ingin melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan orang lain, agar tampak kelebihannya bahwa ia lebih superior”.

Contoh: Perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan perpuluhan dari segala penghasilanku” (Luk 18:10-12).

Orang-orang seperti ini senang melakukan devosi-devosi pribadi agar kelihatan kesalehannya, tetapi dia malas beribadat bersama.

6. Suka menerima sanjungan

Ingin dipuji dan disanjung, jika dipuji ditelannya bulat-bulat (merupakan sanjungan kosong/sebagai racun). Suka memuji pekerjaannya sendiri dan tidak memperhatikan motivasinya (lebih percaya pandangannya sendiri daripada orang lain—walaupun suara hatinya menuduh dia, dia akan mengabaikan suara hatinya).

Bagi orang rendah hati sanjungan itu tidak ada artinya.

II. Meremehkan kewibawaan

1. Kecandangan/presumsi

Bila seseorang mengira bahwa dia itu lebih baik daripada orang lain, maka ia akan berusaha untuk tampil ke depan umum agar selalu menjadi yang nomer satu dalam pertemuan maupun diskusi.

Kalau ada persoalan/diskusi yang sudah selesai ia selalu mengungkit-ungkit lagi dan membahas hal-hal yang sudah selesai. Karena ia mengira tidak ada sesuatu yang baik, semuanya dicela/hal apapun selalu dikritiknya.

Kalau diberi tugas yang tidak begitu penting, maka dia akan marah-marah dan memberontak. Suka mengambil tugas-tugas yang melampaui kekuatannya, sehingga akhirnya melakukan kesalahan-kesalahan. Umumnya tidak mau mengakui kesalahan/tidak mau ditegur.

2. Pembelaan/pembenaran diri

Banyak sekali  cara-cara untuk melakukan pembelaan diri yang sebenarnya pembelaan terhadap dosa. Bila melakukan kesalahan besar, akan memberikan alasan bahwa ia tidak bermaksud melakukan kesalahan itu.

3. Pengakuan yang tidak jujur

Orang melakukan pengakuan pura-pura supaya dilihat rendah hati, tetapi sebenarnya menunjukkan kesombongan yang lebih besar (memakai topeng kerendahan hati, supaya tidak diketahui orang lain).

Pengakuan ini lebih berbahaya daripada membela kesalahan dengan keras kepala. Orang seperti ini tidak berusaha membela kesalahannya, tetapi justru melebih-lebihkan kesalahannya

Kemudian ia mengakukan kejahatan seolah-olah kesalahan yang dilakukannya tersebut tidak dapat diampuni, sehingga orang yang menegurnya menjadi bingung karena timbul suatu pertanyaan, “Benarkah ia melakukan kesalahan itu, mungkinkah tuduhan itu keliru.”

4.Pemberontakan

Hanya rahmat Tuhan yang besar saja, dapat memberikan orang ini kemampuan untuk menerima hukuman dengan tenang. 

Kalau sebelumnya ia memperlakukan saudara-saudaranya dengan kesopanan yang pura-pura, sekarang ia terang-terangan menyatakan ketidaktaatan dengan meremehkan wibawa pimpinan

Orang yang mencintai Allah harus sungguh taat dan segenap hati patuh kepada pimpinannya.

III. Penghinaan kepada Allah.

1. Berbuat dosa dengan bebas.

Bila Allah dalam kerahiman-Nya yang besar tidak mencegah orang tersebut, maka dia akan sampai kepada suatu keadaan untuk “meremehkan Allah”. 

Kita jumpai orang-orang yang murtad dan keluar dari Gereja Katolik cukup sering terjadi karena pemberontakan-pemberontakannya, misalnya seorang imam/suster yang murtad akan menjadi jauh lebih jahat daripada awam yang jahat (karena kepahitan dan kebencian).

2. Kebiasaan untuk berbuat dosa.

Orang ini sedikit demi sedikit kehilangan rasa “Takut akan Allah” karena seringkali berbuat dosa. Orang ini diperbudak hawa nafsunya, sehingga perlahan-lahan suara hatinya mati (tidak memperdulikan orang lain).

Marilah dengan bantuan rahmat Tuhan, untuk mengalahkan kesombongan ini dan bertumbuh dalam kerendahan hati yang sejati.


(Sumber: Warta KPI TL No. 06/X/2004 & No. 07/XI/2004 » Tahap-tahap kesombongan, HDR Januari-April 2004).

Artikel terkait

Penyembuhan kesombongan