Rabu, 29 Juni 2016

18.20 -

Mat 5:1-12

Sarapan Pagi
Agar Jiwa Kita Disegarkan Oleh-Nya


Firman yang tertanam di dalam hatimu
yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.
 (Yak 1:21)


Penanggalan liturgi

Kamis, 1 November 2018: Hari Raya Semua Orang Kudus - Tahun B / II (Putih)
Bacaan: Why 7:2-4, 9-14; Mzm 24:1-2, 3-4ab, 5-6; 1 Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a

Senin, 6 Juni 2016: Hari Biasa X - Tahun C/II (Hijau)
Bacaan: 1 Raj 17:1-6; Mzm 121:1-2, 3-4, 5-6, 7-8; Mat 5:1-12



Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:

"Berbahagialah (1) orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah (2) orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah (3) orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Berbahagialah (4) orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah (5) orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah (6) orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Berbahagialah (7) orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah (8) orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga.


Renungan


1. Pedoman hidup

Menjadi kudus adalah panggilan setiap orang Kristen. Cara-cara untuk mencapai kekudusan (1-8). Bahagia yang dimaksudkan Yesus adalah sukacita karena mereka yang setia akan mendapatkan hidup kekal bersama para kudus di sorga.

Mahatma Gandhi pernah berkata: “Ini (sabda bahagia) adalah sabda seorang suci (Yesus) yang pernah ada. Beruntunglah orang Kristen yang memiliki Guru yang demikian hebat. Dan seandainya semua orang Kristen mengikuti perkataan ini dengan baik, saya yakin sekali 90% manusia di dunia ini akan menjadi kristen, termasuk saya.”

Seringkali orang-orang Kristen sendiri menjadi penghalang besar bagi orang-orang yang ingin mendekati Kristus karena kita seringkali berkotbah tentang injil yang tidak kita hayati. Inilah alasan mendasar mengapa begitu banyak orang di dunia ini yang tidak percaya (Mother Teresa).

Marilah kita menghayati pedoman hidup ini (KGK 2764 – kotbah di bukit) agar hidup kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. 


2. Kekudusan = kebahagiaan sejati

Semua orang diundang untuk memasuki dan mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Yesus pun membuat semua orang mengetahui jalan kekudusan Allah. Ia bersabda: "Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun yang datang kepada Bapa tanpa melalui Aku" (Yoh 14:6). Lagi, sabda-Nya: "Datanglah kepada-Ku ... belajarlah dari pada-Ku sebab Aku lemah lembut dan rendah hati" (Mat 11:29).

Kelemahlembutan dan kerendahan hati adalah jalan kepada kekudusan, jalan kepada keadaan mengalami kelegaan di dalam Kristus. Mereka yang mengalami kelegaan. mengalami kebahagiaan.

Para Kudus adalah orang-orang yang dipuji bahagia oleh Yesus Sang Guru oleh karena mereka menjalani butir-butir dalam Sabda Bahagia tersebut.

Jadi, semua orang mendapat undangan untuk memasuki kekudusan Allah. Bahkan orang yang mempunyai reputasi sebagai pendosa pun juga mendapatkan belas kasih-Nya (semua orang suci mempunyai masa lalu dan semua pendosa mempunyai harapan. Allah terus-menerus memcurahkan belas kasih-Nya baik bagi orang baik maupun yang tidak).

Kekudusan sama dengan kebahagiaan sejati. Keduanya tidak tergantung kepada harta benda, kekayaan, kekuasaan, kejayaan, kepandaian ataupun kehebatan manusiswi. Kekudusan terjadi sebagai bentuk berkat Allah, artinya datang karena kemurahan Allah. Orang kudus adalah orang yang menanggapi karunia itu dengan setia melakukan tugas-tugas keseharian dengan cinta dan menjadi orang yang berkenan di hati Allah.

Mereka tidak menghabiskan waktu dan energi untuk mengeluh dan bersungut-sungut, menyebar fitnah dan tukang nyinyir terhadap kesalahan-kesalahan orang lain ataupun untuk menjadi hamba rasa iri hati serta insan-insan yang tidak memiliki rasa belas kasih kepada semua makhluk. Oleh karena itu hendaklah kita saling mengasihi satu terhadap yang lain.


3. Menemukan kebahagiaan

Konon Tuhan memanggil tiga malaikat. Sambil memperhatikan sesuatu Tuhan berkata, “Ini namanya kebahagiaan. Ini sangat bernilai. Ini dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah di suatu tempat supaya manusia itu sendiri yang menemukan. Jangan di tempat yang terlalu mudah, sebab nanti kebahagiaan ini disia-siakan. Tetapi jangan pula di tempat yang terlalu susah sehingga tidak bisa ditemukan. Dan yang penting, letakkanlah kebahagiaan ini di tempat yang bersih."

Ketiga malaikat itu langsung turun ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan. Tetapi di mana meletakkannya? Malaikat pertama mengusulkan, “Letakkan di puncak gunung yang tinggi.” Tetapi yang lain kurang setuju. Malaikat kedua, “Letakkan di dasar samudera.” Yang lain pun kurang setuju. Akhirnya malaikat ketiga membisikkan usulnya, dan disepakati. Malam itu juga ketika semua orang sedang tidur, ketiga malaikat itu meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi.

Sejak hari itu kebahagiaan untuk manusia tersimpan rapi di tempat itu. Rupanya tempat itu cukup susah ditemukan. Dari hari ke hari, tahun ke tahun manusia terus mencari kebahagiaan.

Kita semua ingin menemukan kebahagiaan. Kita ingin merasa bahagia. Tetapi di mana mencarinya? Ada yang mencari kebahagiaan sambil berwisata ke gunung, ada yang mencarinya di pantai. Ada yang mencari di tempat yang sunyi ada pula yang mencari di tempat yang ramai. Ada yang ingin bahagia lalu mencari pacar, ada yang mencari gelar.

Ada banyak hal yang manusia lakukan untuk menemukan kebahagiaan itu. Ada yang menghubungkan kebahagiaan dengan pernikahan, padahal menikah tidaklah identik dengan bahagia. 

Juga kekayaan sering dihubungkan dengan kebahagiaan. Kita berpikir, alangkah bahagianya kalau kita punya barang ini dan itu. Tetapi ketika kita sudah memilikinya, kita tahu bahwa benda tersebut tidak memberi kebahagiaan.

Kita menganggap bahwa yang berbahagia adalah orang yang mempunyai banyak kemampuan di hadapan Allah atau orang yang unggul dalam urusan rohani.

Tuhan Yesus mempunyai beberapa kriteria tentang kebahagiaan. Namun kriteria Yesus sangat berbeda dengan kriteria kita (Mat 5:1-12).

Kebahagiaan itu diletakkan oleh tiga malaikat secara rapi di dalam hati manusia, hati yang bersih (Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah).