17.58 -
*Hidup rohani*
Di Damaskus aku bertemu Tuhan – Di Emaus hatiku berkobar-kobar
Hidup kita bagaikan sepucuk
surat yang dapat dibaca oleh semua orang (2 Kor 3:2). Jadi, milikilah cara hidup yang baik,
supaya mereka dapat melihatnya
dari perbuatan-perbuatan kita yang baik
dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka (1 Ptr 2:12). Ingatlah! Hal terkecil
sekalipun yang kita lakukan untuk Allah itu sangat berarti.
Secara alami, kupu-kupu tak
pernah tahu dengan pasti akan warna sayapnya, namun orang selalu terpana betapa
indahnya kupu-kupu itu dan berusaha mendulang makna di baliknya. Kita juga tak
pernah tahu betapa manis madunya, dan banyak orang berlomba-lomba mencari
karena membutuhkannya. Aneka peristiwa bergulir lewat setiap kesempatan,
dan gunakanlah refleksi untuk
mencari makna di baliknya (Gregor neonbasu SVD).
Memandang hidup
kita sebagai cerita lebih dari sebuah
metafor yang kuat. Bila didalami
tampak bagaimana pengalaman sendiri bercerita tentang kita (Daniel Taylor).
Marilah kita belajar dari pengalaman Saulus bertemu Tuhan (Kis 9:1-19)
Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap
Imam Besar, dan meminta surat
kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik,
supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan,
ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.
» Rencana Saulus benar-benar matang, dia menangkap siapa saja yang menaruh harap dan percaya
akan seorang Yahudi kontroversial dan subversif yang telah wafat, yakni Yesus
dari Nazaret.
Dalam perjalanannya
ke Damsyik,
ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba
cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?"
Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?"
Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di
sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."
Maka
termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar
suara itu, tetapi tidak melihat seorang jugapun. Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya,
tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; mereka harus menuntun dia masuk ke
Damsyik. Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan
dan minum.
Di Damsyik ada seorang murid Tuhan bernama Ananias.
Firman Tuhan kepadanya dalam suatu penglihatan: "Ananias!" Jawabnya:
"Ini aku, Tuhan!"
Firman Tuhan: "Mari, pergilah ke jalan yang bernama
Jalan Lurus, dan carilah di
rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa, dan dalam suatu penglihatan ia melihat, bahwa seorang
yang bernama Ananias masuk ke dalam dan menumpangkan tangannya ke atasnya,
supaya ia dapat melihat lagi."
Jawab Ananias: "Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa
banyaknya kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem. Dan ia datang ke mari dengan kuasa penuh dari
imam-imam kepala untuk menangkap semua orang yang memanggil nama-Mu."
Tetapi firman Tuhan
kepadanya: "Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan
orang-orang Israel. Aku sendiri akan
menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh
karena nama-Ku."
Lalu pergilah Ananias
ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan
tangannya ke atas Saulus, katanya:
"Saulus, saudaraku,
Tuhan Yesus, yang telah
menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus." Dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur
dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis. Dan
setelah ia makan, pulihlah kekuatannya.
» Ananias adalah utusan Tuhan. Kita
butuh sapaan saudara atau sahabat untuk berjalan bersama sehingga kita bisa peka melihat situasi di sekitar kita dengan mata
terbuka. (Teman
yang sesungguhnya hadir disaat-saat yang tersulit).
Pengalaman hidup Paulus
begitu kaya.
Dia dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel,
ahli Taurat (Kis
22:3; 5:34). Setelah
bertemu dengan Tuhan, menjadi
seorang yang giat bekerja bagi Allah (Kis 22:3 » berkotbah dan
menulis).
Malahan setelah memperoleh Kristus, dia menghendaki persekutuan dalam
penderitaan-Nya agar menjadi
serupa dalam kematian-Nya (Flp 3:8-11 » rela berjerih payah, di dalam
penjara, didera di luar batas, kerap berada dalam bahaya maut, disesah,
dilempari batu, mengalami kapal karam, terkantung-kantung di tengah laut,
diancam banjir dan bahaya penyamun dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu,
kerap kali tidak tidur, lapar dan dahaga, berpuasa, kedinginan dan tanpa
pakaian (2 Kor 11:23-28).
Dia senang
dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di
dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika lemah, maka dikuatkan (2 Kor 12:10)
Bagi Paulus, hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan. Hidup di dunia berarti bekerja memberi buah (Flp 1:21-22).
Agar pembicaraan seseorang tentang keterlukaan
orang lain menjadi relevan, orang itu
mesti berbicara dari
pengalaman keterlukaannya sendiri
(The Wounded Healer ( 1979),
Henry
Nouwen).
Marilah kita belajar dari perjalanan dua murid ke Emaus (Luk 24:13-33)
[13-14] Pada hari itu juga dua orang dari murid-murid Yesus
pergi ke sebuah kampung bernama Emaus, yang terletak kira-kira tujuh mil
jauhnya dari Yerusalem, dan mereka bercakap-cakap tentang segala sesuatu yang
telah terjadi
» Perjalanan dua orang ke
Emaus adalah sebuah perjalanan iman,
di mana kita mempertanyakan Tuhan yang kita imani (perjalanan
yang penuh dengan keputusasaan dan tanpa
harapan).
[15-16] Ketika mereka sedang bercakap-cakap dan bertukar
pikiran, datanglah Yesus
sendiri mendekati mereka, lalu berjalan bersama-sama dengan mereka.
Tetapi ada
sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia.
» perjalanan dimana Tuhan berbicara dengan kita,
Tuhan sangat dekat dengan kita, tak menjaga jarak dengan kita, namun kita tidak
mengenal-Nya. Hal ini terjadi karena
kita terlalu sibuk dengan diri sendiri. Ingatlah! Setiap saat
adalah waktu yang tepat untuk berbicara kepada Allah. Jadi, kita butuh waktu untuk hening untuk berbicara dengan Tuhan.
[17-31] Yesus berkata kepada mereka: "Apakah
yang kamu percakapkan sementara kamu berjalan?" Maka berhentilah
mereka dengan muka muram.
Seorang dari mereka, namanya Kleopas, menjawab-Nya:
"Adakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa
yang terjadi di situ pada hari-hari belakangan ini?"
Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab
mereka: "Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang
nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan
seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah
menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu
mengharapkan, bahwa
Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara
itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Tetapi beberapa
perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka
telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan
berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan,
bahwa Ia hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati,
bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak
mereka lihat."
Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh,
betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak
percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias
harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?"
Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam
seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab
nabi-nabi.
Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia
berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat
mendesak-Nya, katanya: "Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari
telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam." Lalu masuklah Ia
untuk tinggal bersama-sama dengan mereka.
Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap
berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka.
Ketika
itu terbukalah mata
mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah
mereka.
» perjalanan di mana Tuhan
datang dan makan dan minum bersama-sama dengan kita, melalui Perayaan Ekaristi.
[32-35] Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita
berkobar-kobar, ketika
Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada
kita?"
Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem.
Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul
bersama-sama dengan teman-teman mereka.
Kata mereka itu: "Sesungguhnya Tuhan telah
bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Lalu kedua orang itupun
menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal
Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.
» Pengalaman di Damaskus & Emaus adalah perpaduan yang sinergis dan saling mengandaikan satu sama lain. Jadikanlah hidup kita dalam bingkai kesadaran dalam perjalanan ke Damaskus dan Emaus.
Dengan demikan, kita semua sadar bahwa hidup dan pergumulan hidup kita itu berisikan jatuh-bangun, perjuangan meraih asa yang kerap beriringan
dengan kesakitan dan air mata. Namun kita yakin bahwa Tuhan tidak akan
meninggalkan kita.
Kesaksian hidup Kristiani beserta amal kasih yang dijalankan dengan semangat adikodrati, mempunyai daya kekuatan untuk menarik orang-orang (KGK 2044).
(Sumber: Warta KPI TL No.135/VII/2016 » Renungan KPI
TL Tgl 14 Juli 2016, Diakon
Yanuarius Berek Fransiskus, SVD).