Kehidupan dan tugas-tugas baru kita dengan segala kesulitan dan tantangannya seperti perjalanan melintasi padang gurun. Padang gurun dengan segala tantangan dan kesulitannya merupakan saat dan tempat yang ideal untuk pembentukkan diri.
Melalui kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan, Tuhan menempa dan membentuk kita, sehingga kita siap untuk menjadi alat yang pantas dan efektif bagi Allah.
Yesus menyerahkan diri-Nya untuk dibentuk, tetapi Israel menolak. Pembentukkan yang Yesus terima di padang gurun dengan ketaatan-Nya membuat Dia siap menjalankan tugas perutusan-Nya hingga di Kayu Salib.
Jika kita hanya menjadi pengagum Kristus = penonton/pengamat biasa, tidak mau terlibat atau mengenal-Nya – maka ketika kita masuk dalam pergumulan, kita hanya melihat badai saja; hidup akan menjadi penuh kegersangan, kekeringan, kekosongan, kehampaan dan akan mengalami realitas hidup dalam kebosanan yang menyiksa.
Tetapi kalau kita sebagai pengikut Kristus, mau menyangkal diri kita dan memikul salib kita setiap hari dan mengikuti-Nya (Luk 9:23) – maka ketika kita masuk dalam pergumulan, kita tidak hanya melihat badai saja tetapi kita dapat melihat permukaan air yang tenang di dalamnya, melihat tetumbuhan dan makhluk hidup yang indah dengan bermacam-macam bentuk, di kedalaman yang misterius itu juga terlihat mutiara dibentuk.
Artinya, pada saat kita bersyukur, kita dapat melihat rencana Tuhan yang indah buat kita.
Mengikuti Yesus berarti:
1. Masuk dalam kehidupan yang berpusat pada Allah, masuk dalam penemuan akan kedalaman diri kita, masuk dalam dunia lain dengan segala keberagaman dan keunikan pribadi-pribadi dan budaya yang de facto berbeda dengan diri kita.
2. Hidup dalam waktu dan tempat sekarang ini di mana kita berada dengan segala kekurangan, kelebihan, kekayaan dan keberagamannya yang siap untuk mengisi dan membentuk diri kita menjadi yang Tuhan inginkan.
3. Bukan hidup dalam kenangan dan penyesalan akan masa lalu atau ketakutan dan kecemasan akan masa datang.
Marilah kita belajar dari orang-orang Israel dan Yesus ketika mereka berada di padang gurun.
Orang-orang Israel menghadapi kesulitan dan tantangan padang gurun dengan bersungut-sungut dan sumpah serapah (Kel 14:11; Bil 14:2; 21:5); mentalitas pemberontak, semau gue, tidak sabar.
Yesus menghadapi kesulitan, tantangan dan penderitaan di padang gurun dengan penuh ketabahan, keteguhan dan kesabaran.
Inilah rahasia-Nya (Mat 4:1-11; Luk 4:1-13):
Yesus membiarkan Roh Allah yang memimpin hidupnya.
Yesus mengandalkan Allah dalam setiap perkara yang ia tanggung. Ia tidak mengandalkan kekuatan-Nya sendiri.
Yesus tidak memusatkan hidup-Nya pada diri sendiri, tapi keluar, pada rencana Allah dan kepentingan sesama-Nya.
Yesus mencari kekayaan dan kedalaman harta spiritualitas bukan harta duniawi.
Yesus mengejar kemuliaan yang berasal dari Allah bukan dari manusia dan dunia.
Yesus mempercayakan hidup-Nya dalam kuasa Allah Bapa-Nya.
Supaya Yesus dapat bekerja melalui diri kita, marilah kita membangun relasi secara terus-menerus dengan-Nya melalui doa, mendengar dan merenungkan firman-Nya serta hidup dari dan dalam firman-Nya.
Tanpa relasi yang terus-menerus dengan Yesus, kita tidak akan mempunyai kekayan rohani. Sehingga kita merasa hidup ini penuh kegersangan, kekeringan, kekosongan, kehampaan dan akan mengalami kebosanan yang menyiksa. Akibatnya, tanpa sadar kita meninggalkan Gereja Katolik dan pindah ke Gereja lain atau kembali pada kepercayaan tradisional nenek moyang.
(Sumber: Warta KPI TL No. 66/X/2009 » I Like It, Edi Prasetyo CM).